Medan, tvOnenews.com - Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ternyata masih menjadi sarang korupsi bagi oknum pejabat. Peneliti dari Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (Sahdar), Hidayat Chaniago mengungkapkan tren korupsi sepanjang tahun 2023 di Sumut mengalami peningkatan.
"Penuntutan kasus korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tahun 2023 mengalami peningkatan sebesar 40 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun 2023 terdapat 154 register perkara, sementara tahun 2022 hanya terdapat 106 register perkara yang disidangkan," terang Hidayat, Kamis (28/12).
Dari peningkatan jumlah kasus tersebut, kata Hidayat, sebagian besar kasus yang dibawa ke persidangan tipikor merupakan kasus dengan kategori kerugian ringan sebanyak 50 kasus, dan kerugian sangat ringan sebanyak 8 kasus. Dari sejumlah kasus itu merupakan kasus pengelolaan dana desa (28 kasus).
Tingginya kasus korupsi dana desa yang dibawa oleh aparat penegak hukum (APH) menunjukkan pengelolaan dana desa masih dilakukan tanpa pengawasan yang memadai.
"Hal ini kami duga disebabkan minimnya informasi anggaran desa yang terpublikasi dan politik penegakan hukum yang menyasar aktor dengan pengaruh atau posisi tawar yang rendah. Sehingga dapat disimpulkan kualitas kasus korupsi yang dituntut oleh APH ke persidangan masih rendah," kata dia.
Diketahui dari 153 perkara tersebut, berasal dari 80 kasus tindak pidana korupsi, sedangkan tahun sebelumnya hanya ada 50 kasus korupsi yang dibawa ke Pengadilan Tipikor. Dari jumlah itu, ditemukan aktor terbanyak yang dituntut permasalahan korupsi di tahun 2023 adalah aparatur sipil negara (ASN) sebesar 33,9 persen dengan jumlah 40 orang, kepala desa 14,4 persen dengan jumlah 17 orang, aparatur desa 16,9 persen dengan jumlah yang terdiri dari bendahara, sekretaris, swasta 24,6 persen dengan jumlah terdakwa 29 orang di antaranya menjabat sebagai direktur perusahaan atau CV dan ketua kelompok tani sebesar 6,8 persen.
"Keseluruhan kasus korupsi di tahun 2023 berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara dengan jumlah sekitar Rp153 miliar. Sementara perbandingannya dengan tahun 2022, total kerugian keuangan negara sebesar sekitar Rp317 miliar dan tahun 2021 total kerugian negara sebesar sekitar Rp250 miliar," terang Hidayat.
Adapun besaran kerugian di tahun 2023 itu jika dikelola dengan baik dapat meng-cover satu kali pembayaran 4,3 juta orang penerima bantuan iuran BPJS kelas III di Sumut. Perhitungan anggaran tersebut berasal dari dua sumber dana yaitu APBD dan APBN sebesar Rp112 miliar dan sisanya Rp38 miliar merupakan potensi pajak pendapatan yang hilang akibat dikorupsi.
Persidangan kasus korupsi yang menarik perhatian, menurut Hidayat yakni pembangunan ruang praktik siswa (RPS) yang terjadi di empat kabupaten/kota. Aktor dalam kasus ini salah satunya dilakukan oleh Hasundungan Tua Limbong, Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Pendidikan Sumut dengan proyek senilai Rp1 miliar.
Selain itu, kasus dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan menjadi sangat dominan dari kasus lainnya di tahun 2023 dengan persentase 34,2 persen (28 kasus). Salah satunya adalah kasus korupsi Pengelolaan Dana Desa Aek Nauli dengan terdakwa ED dengan jumlah kerugian Rp118 juta. (iin/wna)
Load more