Jakarta – Resesi menjadi topik yang sedang ramai diperbincangkan belakangan ini, terlebih setelah Bank Dunia mengatakan prediksinya tentang resesi ekonomi yang akan berdampak pada sebagian besar Negara-negara di dunia pada tahun 2023 mendatang.
Apa yang dimaksud dengan resesi?
Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan yaitu sikapiuangmu.ojk.go.id, dari banyak definisi, resesi ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan risiko resesi semakin nyata, sejalan dengan perkembangan kondisi dinamika ekonomi global yang kian tak menentu. Bahkan, probabilitasnya meningkat tajam.
Sri Mulyani juga memaparkan survei yang dirilis Bloomberg. Dalam survei tersebut, probabilitas kemungkinan terjadinya resesi di kawasan Eropa kini sudah mencapai 55%.
“Kalau lihat China, ekonomi terbesar di dunia. Probabilitas resesi surveinya mencapai 20%.”
Hal-hal tersebut pernah dikemukakan bendahara negara dalam konferensi APBN KiTa Edisi Juli 2022, Rabu (27/07/22).
Penyebab resesi salah satunya adalah guncangan ekonomi yang bisa menimbulkan kerugian finansial yang serius. Hal tersebut belakangan ini terjadi yaitu wabah virus COVID-19, yang telah membuat kita memasuki keadaan pandemi dunia sehingga mematikan ekonomi di seluruh dunia.
Dampak dari pandemi COVID-19 telah mengubah kebiasaan masyarakat secara signifikan, sehingga aktivitas sosial masyarakat kini dibatasi (social distancing). Imbasnya, aktivitas ekonomi mulai terganggu dan berakibat pada pelemahan daya beli serta perlambatan ekonomi.
Di tengah ancaman dan resesi yang sedang menghantui dunia, ada beberapa wilayah yang ekonominya aman dari ancaman tersebut. Wilayah tersebut bahkan diperkirakan masih mencatatkan pertumbuhan yang melampaui proyeksi untuk dunia.
Bank Pembangunan Asia (ADB) melihat negara berkembang di Asia tetap melanjutkan pemulihan meskipun risiko perlambatan mengancam. Sejumlah negara di Asia Tenggara diperkirakan akan mencetak pertumbuhan positif pada tahun ini dan tahun depan.
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5% pada tahun 2023, terpangkas dari proyeksi sebelumnya 5,2%. Hal ini sejalan dengan kondisi eksternal yang penuh ketidakpastian. Kondisi ini, menurut ADB, bisa mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Kendati demikian, ADB menilai pemulihan ekonomi Indonesia masih sesuai dengan jalurnya.
Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis yang terjadi dalam perekonomian suatu negara. Bagaimana pun juga, kita harus melewatinya dan melakukan recovery secepat mungkin.(mg8/chm)
Load more