Ilustrasi.
Sumber :
  • Antara

Ditipu Sindikat Mafia Tanah, Anak Purnawirawan Jenderal Terancam Kehilangan Rumah

Rabu, 27 Maret 2024 - 22:40 WIB

Usai penandatanganan Perjanjian Pengakuan Hutang PT. MLS, pelapor digiring oleh para broker untuk menandatangani serangkaian perjanjian lain, diantaranya Perjanjian Jual Beli rumah  di depan Sdr. Leonard dari Kantor Pengembang BSD (14 November 2020) dengan Sdr. Hermanto (funder) dan perjanjian transaksi jual beli rumah dan membuat Surat Pernyataan dengan funder, di depan notaris Sisca di PIK (15 Desember 2020) yang isinya akan membeli kembali rumah orangtua pelapor dan apabila tidak bisa membeli kembali pada saat jatuh tempo (28 April 2021), maka pelapor bersedia mengosongkan dan menyerahkan rumah tersebut kepada funder. 

Saat itu diperlihatkan kepada pelapor besaran kuitansi senilai Rp1.8 miliar untuk ditandangani sebagai bukti pinjaman yang akan diterima oleh kliennya. 

Sesuai akte jual beli dengan PT. MLS, setelah pencarian pihak kliennya menerima Rp350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) sebagai DP pertama pembelian rumah. Sisanya diserahkan dalam bentuk tunai (cash) kepada funder sebagai uang kick-back (diambil oleh Vandel dan Johnny), dan sisanya ditransfer via Teller kepada Sdri. Patria Sari maupun pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk berbagai keperluan seperti fee broker dan biaya lainnya.

Dalam perkembangannya, tanggal 28 Desember 2020 Akte Jual Beli Rumah yang sebelumnya telah ditandatangani dengan PT. MLS (Patria Sari, Rudi Hartono dan Septemi) menjadi tidak berlaku karena Akte tersebut tidak diaktifkan/diaktekan oleh PT. MLS. Rupanya Sdri. Patria Sari tidak menyerahkan dana sepeserpun ke PT MLS. Sejak itu Direksi PT. MLS sudah mulai sulit dihubungi. Dengan demikian, maka uang pembayaran pembelian rumah yang diterima oleh kliennya hanya DP pertama saja. DP kedua dan ketiga tidak pernah terealisasi.  

Sampai pada tahap tersebut, kliennya merasa telah tertipu karena Akte Jual Beli Rumah yang ditandatangani sebelumnya dengan PT. MLS (Patria Sari, Rudi Hartono, dan Septemi) tidak berlaku lagi. Sementara perjanjian yang tetap aktif adalah justru perjanjian pinjaman uang dan pengosongan rumah dengan funder. 
Situasi ini menyebabkan kliennya berada dalam situasi yang sangat sulit dan tidak bisa mengelak. Sedangkan Patria Sari dan Temi yang sebelumnya mengatakan akan bertanggung jawab mengenai pembayaran hutang Rp 1.8 miliar kepada funder dalam waktu 3 bulan ternyata hanya tipu muslihat  dan membiarkan kliennya menjadi sasaran empuk mafia tanah. Pemilik tanah dan bangunan justru mendapat masalah besar karena harus membayar hutang kepada funder, yang seharusnya menjadi tanggungjawab Sdr. Temi dan Sdri. Patria Sari. 

Sebagai realisasi dari perjanjian yang ditandatangani oleh kliennya, pihak funder kemudian mengirim surat somasi kepada kliennya untuk segera melunasi hutang dan jika tidak dipenuhi, maka rumah warisan orangtuanya yang menjadi jaminan akan dikosongkan.

Merasa bahwa telah berhak memiliki rumah warisan orang tuanya di BSD, pada 30 April 2021, Sdr Hermanto sebagai funder mulai mendatangi rumah orangtua kliennya dan meminta kliennya segera mengsongkan rumah dalam waktu 2 hari. Terjadi perdebatan alot antara kliennya dengan funder. Kuasa hukum kliennya saat itu datang ke lokasi untuk memberikan perlindungan dan advokasi. 

Berita Terkait :
1 2
3
4 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:38
03:09
10:13
04:52
03:06
01:24
Viral