Turun Dibandingkan 2023, ADB Perkirakan Ekonomi Asia Tumbuh 4,9 Persen di 2024.
Sumber :
  • Antara Foto

Turun Dibandingkan 2023, ADB Perkirakan Ekonomi Asia Tumbuh 4,9 Persen di 2024

Kamis, 11 April 2024 - 10:08 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Setelah tumbuh hingga 5,0 persen di tahun 2023 lalu, Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian kawasan Asia dan Pasifik tumbuh melambat menjadi hanya 4,9 persen di tahun 2024 ini. 

Pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 4,9 persen di tahun 2024 ini akan ditopang oleh kuatnya permintaan konsumsi domestik pascapandemi Covid-19, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata.
 
"Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya,” kata Kepala Ekonom ADB Albert Park dalam laporan ADB Outlook 2024, yang dirilis Kamis (11/4/2024).
 
Dengan momentum pertumbuhan yang tetap terjaga, ADB meperkirakan ekonomi akan berlanjut tumbuh dengan tingkat yang sama tahun depan sebesar 4,9 persen. 

Secara umum, pascaandemi Covid-19, ADB menilai konsumsi di kawasan Asia sudah kembali normal. Namun, adanya dampak kenaikan harga pangan yang terjadi dalam dua tahun terakhir harus tetap diwaspadai.

Albert menuturkan pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara yang didorong oleh permintaan domestik dan ekspor, mengimbangi perlambatan di Tiongkok akibat kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi.

India dan China
 
Dalam dua tahun ke depan, ADB menilai India akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan pertumbuhan 7 persen pada 2024 dan 7,2 persen di 2025.

Sementara pertumbuhan Tiongkok diperkirakan melambat menjadi 4,8 persen tahun ini dan 4,5 persen tahun depan, dari sebelumnya 5,2 persen tahun lalu.
 
"Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor," ujarnya.
 
Namun, para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Berbagai risiko itu termasuk gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di Tiongkok. (ant)
 
 
 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:15
01:19
06:20
02:53
02:49
02:12
Viral