Jakarta, tvOnenews.com - Publik tengah dihebohkan dengan adanya pengakuan mantan camat di Semarang yang menyerahkan uang setoran kepada sejumlah penegak hukum dalam persidangan kasus suap eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Direktur Democratic Judical Reform (De Fure), Bhatara Ibnu Reza memandang bahwa praktik korupsi semakin rentan terjadi kala penegak hukum memiliki kewenangan kendali atas suatu perkara.
Menurutnya pendekatan kendali perkara dari awal hingga persidangan menunjukkan celah yang kuat untuk terjadinya praktik korupsi.
Meski, kata Bhatara, secara proses penyelidikan saat ini hingga penuntutan dipisahkan antara polisi dan jaksa.
"Hal ini disebabkan karena tidak adanya check and balance pemeriksaan yang bertahap dari satu institusi ke institusi lain, menjadi celah besar potensi praktik koruptif dan suap-menyuap. Pengendali perkara ini setidaknya terjadi pada kejaksaan sekarang, yang berwenang memulai penyelidikan hingga penuntutan, yang tidak jarang memunculkan praktik abuse of power dalam pelaksanaan kewenangannya," kata Bhatara kepada awak media, Jakarta, Kamis (13/6/2025).
Ia memaparkan De Jure memandang bahwa kerentanan terjadinya korupsi semakin tinggi ketika penegak hukum memiliki kewenangan kendali atas suatu perkara apalagi kasus yang terkait dengan korupsi dan kejahatan ekonomi.
Menurutnya De Jure memandang bahwa proses bertahap dalam penegakan hukum diantara institusi tetap harus dipertahankan sebagai penyeimbang satu sama lain hingga memastikan hak-hak warga negara tidak dilanggar, serta supremasi hukum berjalan sesuai koridornya.
Load more