Jakarta, tvOnenews.com - Kasus perdagangan manusia di Indonesia masih cenderung tinggi.
Sejak 2017 hingga sekarang, tercatat ada 43 ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang melaporkan kasus tersebut.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan puluhan ribu laporan WNI tersebut sudah 98 persen tertangani.
"Mereka terjerat berbagai kasus di luar negeri karena pemberangkatan secara ilegal," kata Benny saat ditemui di acara Kirab Migrants Day di Thamrin 10, Jakarta Pusat, Minggu (18/12/2022).
Benny mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih terus berlangsung akibat banyaknya mafia yang terus berupaya mengambil keuntungan.
"Ini bagaimana? Kita kadang kala kecolongan karena memang mafia yang hadir juga cukup banyak dan tidak sedikit melibatkan oknum-oknum atributif-atributif perbuatan," ungkapnya.
Dia menjelaskan setiap masalah yang dihadapi WNI di luar negeri termasuk PMI ditangani secara kolaborasi dengan berbagai lembaga di antaranya oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
Hari Migran Internasional, Minggu (18/12/2022). Dok: Rika Pangesti/tvOne
"Ditangani perwakilan kita di sana baik KBRI maupun KJRI pembagian tugas UUD seperti itu kita hanya melakukan koordinasi. Misalnya jika ada kasus yang dialami oleh bangsa PMI, KBRI pasti koordinasi. Dicek apakah dia PMI resmi atau tidak. Kita menyampaikan data yang dibutuhkan," terang dia.
Kemudian, setelah para pekerja migran tersebut kembali ke Indonesia, giliran Benny dan pihaknya beraksi melindungi PMI.
"Ketika mereka kembali ke Tanah Air maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP2MI untuk dilindungi dan dikembalikan ke daerah asal, ke tengah-tengah keluarga mereka. Jadi kolaborasi mereka sudah cukup bagus ya," ungkapnya.
Untuk mengantisipasi praktik perdagangan manusia kembali terjadi, Benny berpesan kepada masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati terhadap tawaran bekerja yang menggiurkan di luar negeri.
Dia mengingatkan bahwa keberangkatan PMI secara ilegal memiliki banyak risiko.
"Di antaranya dideportasi, kekerasan fisik, seksual, gaji tidak dibayar hingga sakit keras dan berujung meninggal dunia," tuturnya.
Selain itu, dia juga menegaskan jika masyarakat ingin bekerja ke luar negeri maka harus menempuh prosedur secara legal dan resmi.
"Pesannya singkat saja. Jika mereka bekerja ke luar negeri itu hak konstitusional dilindungi oleh Pasal 27 UUD 1945, yang penting berangkat resmi dan negara pasti memberi perlindungan bahkan fasilitas kemudahan," tegas dia.
"Kalau resmi, pasti terlindungi. Tapi kalau tidak resmi, bagaimana mau dilindungi. Kita tidak tahu siapa mereka, berangkat kapan, diberangkatkan siapa, bekerja di mana," pungkasnya. (rpi/nsi)
Load more