Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Harapan yang Terkendala
1. Kolaborasi Internasional dan Inovasi Teknologi
Sebagai akademisi, penulis terlibat dalam kolaborasi global untuk memitigasi krisis. Bersama Max Planck Institute for Chemistry di Jerman, kami membangun Pusat Kajian Kebakaran hutan dan lahan tingkat regional ASEAN.
Sementara itu dengan dana dari NASA, kami meneliti dampak asap kebakaran gambut terhadap kesehatan pada wilayah sumatera dan Kalimantan, serta menemukan fakta baru bahwa perhitungan emisi gas dari kebakaran gambut yang dibuat oleh IPCC harus direvisi karena terjadi over estimate pada beberapa species gas.
Tim kami mengembangkan sistem pemantauan kebakaran berbasis satelit yang mampu memprediksi indikasi terjadinya kebakaran 2-3 bulan sebelum memasuki musim kemarau, melalui system peringkat bahaya kebakaran (Fire Danger Rating System). Teknologi ini telah mengurangi respons waktu pemadaman hingga 40% di Sumatra Selatan.
Dan dengan menggunakan satelit ber resolusi tinggi kami dapat memastikan dimana kebakaran terjadi dalam waktu satu minggu.
Pada 2023, kami juga meresmikan didirikannya Pusat Pelatihan Fire Simulator, yang merupakan satu-satunya di Asia Tenggara, yang merupakan hasil kerjasama dengan Pihak Perancis. Tahun 2024 yang lalu pelatihan Fire Simulator telah dilakukan yang dihadiri oleh berbagai pihak seperti KLHK, BNPB, BRIN, Perguruan Tinggi.
Fire Simulator ini mampu mereplikasi dinamika kebakaran di berbagai tipe lahan, dari gambut hingga hutan pegunungan. Fire Simulator ini sangat membantu dalam melatih tim darurat bencana dalam menemukan korban dan merancang strategi pemadaman yang presisi.
Pada bulan April-Mei 2025, akan diadakan pelatihan Fire Simulator ini bagi para pemadam dari 5 negara ASEAN, yang didukung penuh oleh Pemerintah Perancis dan AFoCO (Asian Forestry Cooperation) Korea Selatan.
2. Dilema Implementasi
Meski teknologi tersedia, implementasi di lapangan sering terbentur birokrasi dan minimnya anggaran. Sebagai contoh, dapat dikatakan 70% kabupaten di Sumatra dan Kalimantan tidak memiliki unit pemadam kebakaran profesional.
Mereka mengandalkan warga dengan peralatan seadanya. Saat kebakaran besar terjadi, kita seperti berperang dengan senjata tumpul dan akhirnya terjadi pembiaran, sehingga kebakaran makin meluas karena tidak terkendali.
Nilai Spiritual dan Peran Pemimpin Agama: Jembatan yang Terlupakan
1. Kearifan Lokal Masyarakat Adat
Perlindungan hutan tidak bisa mengabaikan kearifan lokal. Dalam penelitian penulis di Kalimantan Tengah, kami menemukan komunitas Dayak yang menjaga hutan adat dengan ketat. Mereka percaya hutan adalah ‘rumah’ leluhur.
Menebang pohon besar tanpa ritual tabu adalah dosa. Hasilnya, hutan adat di Kalimantan memiliki tingkat deforestasi 50% lebih rendah dibanding kawasan konsesi perusahaan (Studi AMAN, 2021).
2. Interfaith Rainforest Initiative (IRI): Sinergi Agama dan Lingkungan
Pada 2020, saya bergabung dengan Interfaith Rainforest Initiative (IRI)—aliansi global yang melibatkan pemimpin agama dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu untuk melindungi hutan tropis. Agama memiliki kekuatan mobilisasi massal. Jika pesan lingkungan disampaikan melalui khotbah, ia akan menyentuh hati.
Load more