Penulis: DR. Salahudin Gaffar S.H., M.H. (Associate Profesor Universitas Islam Asyafi'iyah Jakarta)
Disclaimer: Artikel ini telah melalui proses editing yang dipandang perlu sesuai kebijakan redaksi tvOnenews.com. Namun demikian, seluruh isi dan materi artikel opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
DALAM proses pembuktian kebenaran atas peristiwa tuding-menuding orisinalitas kebenaran (antara mukjizat melawan sihir) tukang sihir Fira'un melemparkan terlebih duhulu tali temali lalu nampak berubah menjadi ular ular kecil.
Kemudian Nabi Musa AS melempar tongkatnya, seketika berubah menjadi ular besar yang sesungguhnya dan memakan ular ular kecil hasil sihir.
Inilah prosesi cara yang mengakhiri polemik soal klaim orisinalitas kebenaran antara kebenaran mukjizat dan kebenaran sihir. Faktanya sihir itu hanya tipuan.
Di tengah jagad maya dilelahkan oleh polemik soal ijazah Jokowi. Publik seolah ingin mengatakan dan mengetuk nurani kenegarawan sekaligus tanggungjawab moral Jokowi.
"Lemparkan togamu [bukan tongkat] untuk membuktikan engkau pernah kuliah. Jika tantangan tersebut diterima oleh Jokowi maka dengan sendirinya secara strategi pembuktian orisinalitas ijazah dengan sendirinya terbukti secara sempurna".
Respon dan stimulus
Dalam teori dan praktek penyelesaian konflik jika tidak ingin berkonflik maka jangan ciptakan stimulus. Karena stimulus menimbulkan respon [reaksi]. Untuk menghadapi respon dibutuhkan banyak hal yang melelahkan. Begitu hukum kehidupan mengajarkan kita sepanjang usia.
Kontemplasi berikut mungkin dapat mengendorkan syaraf nitizen atau sebaliknya bagi sebagian lain semakin membuat tegang syaraf terkait stimulus yang diciptakan pendukung dan Jokowi. Ijazah dipertanyakan secara etika moral dan hukum terkait keabsahannya.
Belajar dari kitab suci
Load more