PILKADA atau pemilu adalah momen rakyat menentukan siapa yang berhak mengemban amanah mereka. Itulah moment of the truth. Karena pemegang mandat rakyat tersebut akan menentukan masa depan mereka: bagaimana pangannya, bagaimana kesehatannya, bagaimana pendidikannya, bagaimana keselamatannya, bagaimana hak-hak sipilnya, bagaimana perumahannya, bahkan bagaimana kematiannya pun tetap terurus.
Karena itu, dalam demokrasi modern, bahkan dalam sistem politik modern, pemilu dan pilkada adalah peristiwa sakral. Peristiwa suci yang harus dijaga kemurniannya. Segala kemungkinan masuknya kekotoran harus dijaga dari segala pintu. Itulah upaya menggapai primus inter pares, yang utama di antara yang setara – bukan mencari gelap di kegelapan.
Gagasan demokrasi modern sudah muncul sejak abad ke-17, melalui gagasan John Locke, Montesquieu, maupun Rousseau. Namun, baru benar-benar terwujud pada abad ke-18 melalui Revolusi Amerika Serikat (1776) dan Revolusi Prancis (1789). Lalu menyebar dengan cepat setelah Perang Dunia II.
Sebelum itu, sistem politik dijalani dengan sistem monarki. Hanya keluarga raja dan para ningrat yang bisa duduk di pemerintahan. Melalui sistem Republik – yang bentuk prototipenya sudah ada sejak era Yunani-Romawi – maka siapapun bisa duduk di pemerintahan.
Saat para pendiri bangsa bersidang merumuskan bentuk negara di BPUPKI, sempat muncul usulan bahwa negara Indonesia nanti berbentuk kerajaan. Namun gagasan itu tidak laku.
Di sejumlah negara Eropa seperti Inggris, Denmark, Belanda, dan lain-lain sistem kerajaan tetap dipertahankan, namun dikombinasikan dengan sistem demokrasi. Hanya saja, raja hanya sebagai simbol dan kepala negara. Sedangkan kepala pemerintahan bisa siapa saja.
Pada April 2024 lalu, untuk kali pertama Indonesia menerapkan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak. Inilah eksperimen pertama.
KPU/KPUD, Bawaslu/Bawasluda, DKPP, dan juga MK yang biasanya sepanjang tahun mengurusi perkara pilkada, selanjutnya hanya sekali saja bekerja dalam lima tahun. Bagi negara korup seperti Indonesia, ini bisa bermakna “hujan” hanya sekali terjadi dalam lima tahun. Cilaka.
Gorontalo Utara
Load more