Deklarator dan Presidium KAMI Sambangi Mabes Polri Sampaikan Petisi | tvOne

Jumat, 16 Oktober 2020 - 12:03 WIB

Jakarta – Sejumlah tokoh deklarator yang juga presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indoesia (KAMI) Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Din Syamsudin menyambangi Markas Besar Polri untuk menyampaikan petisi, Kamis 15 Oktober 2020. Hal itu ia lakukan setelah polisi menangkap serta menahan sejumlah aktivis dan petinggi KAMI.

Para tokoh KAMI ini berkeinginan bertemu Kapolri Jenderal Pol Idham Azis untuk menyampaikan surat permohonan resmi kepada pemerintah atau petisi sehubungan dengan penangkapan sejumlah aktivis KAMI. Ada tujuh poin dalam petisi tersebut, yakni:

KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Penangkapan mereka, khususnya Dr. Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu dasar Laporan Polisi dan keluarnya Sprindik pada hari yang sama jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur. Lebih lagi jika dikaitkan dengan KUHAP Pasal 17 tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa "dapat menimbulkan" maka penangkapan para Tokoh KAMI patut diyakini mengandung tujuan politis.
Proses penangkapan para pejuang KAMI, sangat dipaksakan, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, bahkan terlihat seperti menangani teroris. Penangkapan Moh Jumhur Hidayat, yang sehari sebelumnya menjalani operasi batu empedu di rumah sakit, sebagai orang mantan pejabat tinggi yang pernah berjasa besar pada negara, jelas sangat berlebihan dan di luar batas perikemanusiaan.
Pengumuman pers Mabes Polri oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono tentang penangkapan tersebut KAMI nilai: a) Mengandung nuansa pembentukan opini (framing). (b) Melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius. b) Bersifat prematur yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.
Semua hal di atas, termasuk membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang seyogyanya harus ditegakkan oleh Lembaga Penegak Hukum/Polri.
KAMI menegaskan bahwa ada indikasi kuat handphone beberapa Tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu sehingga besar kemungkinan disadap atau "digandakan" (dikloning). Hal demikian sering dialami oleh para aktifis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, "bukti percakapan" yang ada sering bersifat artifisial dan absurd.
KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan belajar dengan Organisasi KAMI. KAMI mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagai bentuk penunaian hak konstitusional, tapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan. Polri justru diminta untuk mengusut adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran (sebagaimana diberitakan oleh media sosial)
KAMI mengucapkan terima kasih dan memberi penghargaan tinggi kepada berbagai pihak yang bersimpati kepada para Tokoh KAMI yang ditahan, antara lain ProDem, LBH Muslim, para akademisi/pengamat, dan para nitizen serta pendukung KAMI yang terus menggemuruhkan pembebasan para Tokoh KAMI tersebut. KAMI bersyukur bahwa dengan berbagai tantangan dan ujian, termasuk penangkapan para tokohnya, KAMI semakin mendapat simpati dan dukungan rakyat. KAMI semakin bertekad untuk meneruskan Gerakan Moral Menegakkan Keadilan dan Melawan Kelaliman.
Namun niat untuk menyampaikan petisi ini gagal karena ditolak petugas yang berjaga di Gedung Bareskrim Polri.

“Kami datang ke sini dalam komposisi yang lengkap baik presidium, eksekutif, maupun deklarator, kami adalah organisasi yang memegang teguh konstitusi dan menjunjung tinggi moral. Untuk itu kami datang ke sini untuk menyampaikan petisi kepada Bapak Kapolri. Tetapi kami mendapatkan informasi selama Covid beliau jarang ada di kantor,” kata Gatot.

Niat presidium untuk menjenguk tiga petinggi KAMI yang ditangkap polisi tak terlaksana karena tidak mendapatkan izin.

Sementara itu Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan alasan mengapa Polri tidak memperkenankan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) untuk menengok para aktivis KAMI yang sedang ditahan di Rutan Bareskrim.

"Namanya orang mau menengok, ada jadwalnya. Kalau masih dalam pemeriksaan, kami tidak izinkan. Penyidik masih bekerja, kita harus hormati," kata Irjen Argo di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang aktivis dan petinggi KAMI sebagai tersangka kasus penghasutan unjuk rasa anarkistis. Mereka adalah Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, NZ, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat. Ke sembilan orang itu ditangkap di Medan, Sumatera Utara, Jakarta, Depok, dan Tangerang selatan dalam rentang 9-13 Oktober 2020. Para tersangka diduga melakukan penghasutan, menyebarkan berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial untuk mendukung demonstrasi menentang UU Cipta Kerja.

Polisi menyatakan telah memantau tersangka sejak sebelum aksi unjuk rasa (8/10). Pemantauan dilakukan mulai dari media sosial hingga percakapan dalam whatsapp group. Sembilan aktivis itu bakal dijerat dengan UU ITE yang ancaman hukumannya bervariasi mulai dari 6 tahun hingga 10 tahun. (act)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:09
12:33
02:09
08:03
01:19
03:36
Viral