Surabaya, tvOnenews.com - Publik tengah menunggu debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan digelar KPU RI di Jakarta Pusat, besok Jumat (22/12). Ketiga kandidat Cawapres Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD tentu telah mempersiapkan diri untuk adu debat tersebut. Dari ketiganya, Cawapres Nomer urut 2 Gibran dinila sejumlah kalangan paling lemah, karena kurang komunikatif. Bagaimana pandangan Pakar komunikasi Politik?
Adu ide dan gagasan antar Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang dinantikan masyarakat akan tersaji pada hari Jumat (22/12). Tiga kontestan Cawapres bertarung visi misi dan menawarkan program-program kerja untuk bisa menarik perhatian publik, untuk kemudian bisa memberikan suaranya dalam Pilpres yang digelar pada 14 Februari nanti.
Dari ketiga kontestan Cawapres yang akan bertanding di “ring” yang disediakan KPU RI ini, Cawapres Gibran mendapatkan sorotan dari publik lantaran dianggap kurang pengalaman dan tidak komunikatif dalam menyampaikan ide atau gagasannya.
Dibandingka dengan Cawapres Muhaimin Iskandar yang sarat dengan pengalaman politik, atau Cawapres Mahfud MD, seorang akademisi dan mantan Ketua Mahkamah Konsntitusi, serta kini sebagai Menkopolhukam, tentu sudah tidak diragukan lagi kepiawiannya dalam adu debat.
Kendati begitu, keraguan masyarakat terhadap putra sulung Presiden Jokowi tersebut dalam adu debat nanti, justru mendapat tanggapan terbalik dari Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Dr Suko Widodo. Menurutnya, setiap Cawapres yang akan bertarung dalam debat nanti mempunyai karakter masing-masing.
Apa yang menjadi sorotan masyarakat terkait Cawapres Gibran Rakabuming Raka, yang dinilai banyak kalangan kurang mampu berkomunikasi. Namun, Suko Widodo justru melihat sisi lain dari Gibran saat menyampaikan sesuatu kepada masyarakat, baik langsung maupun melalui media. Suko menilai hal tersebut merpakan cara komunikasi Gibran yang unik dan menarik hati pemilih anak muda.
“Mas Gibran bukan tidak mampu berkomunikasi, Saya melihatnya justru itu gaya komunikasinya yang khas dan unik,” timpal Suko Widodo, pakar komunikasi politik Unair ini.
Menurut dosen berkumis tebal yang akrab disapa Sukowi ini, komunikasi tidak harus melalui bicara, melainkan juga bisa dari gaya dan gesture, sehingga seseorang bisa menangkap apa yang hendak disampaikan.
“Komunikasi itu tidak hanya bicara, tapi juga bisa dari gesture, gaya, salaman, cara menjalin keakraban, gimik-gimik lainnya. Saya melihatnya Gibran cukup menarik perhatian khalayak, khususnya anak muda,” ungkapnya.
Dalam politik saat ini, dirinya mendapati pemilih muda yang gelisah dengan money politic atau politik uang yang masih terjadi. Anak muda saat ini dinilai dengan gampang bisa menerima hal tersebut untuk memberikan dukungannya.
"Anak muda saat ini dianggap permisif, mau menerima dengan mudah politik uang. Dalam sosialisasi ini kami menguatkannya dengan literasi pemilih cerdas agar mereka tidak terpengaruh,” tandasnya.
Sementara itu, pakar komunikasi massa Surabaya, Jokhanan menilai, debat dan forum terbuka, bisa membuat para kandidat berinteraksi langsung dengan pemilih. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mendengar langsung pandangan dan pemikiran kanddat.
“Tapi dengan model debat yang digelar KPU, proses debat lebih mirip ajang pertarungan yang kontra produktif,” ujar Jokhanan, yang juga tercatat sebagai Ketua Stikosa AWS ini.
"Selain itu, waktunya sangat terbatas. Sehingga kandidat kerap keasyiksan membuat prioritas dengan mencari titik lemah, bukan membangun kekuatan persepsi karena kehebatan visi dan misi," ucapnya. (msi/gol)
Load more