Jakarta - Sejalan dengan semangat Presidensi G20 untuk bersinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, kemarin.
Dalam kajian Bank Indonesia, perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, disertai dengan peningkatan risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan.
Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara dan bahkan resesi di sejumlah negara maju sebagai dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Berbagai indikator dini Juli 2022 mengindikasikan berlangsungnya perlambatan konsumsi dan kinerja manufaktur di AS, Eropa, dan Tiongkok.
Sementara itu, tekanan inflasi global masih tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta perbaikan gangguan rantai pasokan yang masih terbatas.
Volume perdagangan dunia juga diprakirakan lebih rendah dari prakiraan seiring dengan perlambatan ekonomi global. Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah masih berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, termasuk AS meskipun tidak seagresif dari prakiraan awal.
Hal ini mengakibatkan masih terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia yang tahun ini memegang Presidensi G20 mengalami perbaikan ekonomi yang terus berlanjut. Realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II 2022 sebesar 5,44% (yoy), jauh lebih tinggi dari prakiraan dan capaian triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy).
Tingginya pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga, serta tetap tingginya kinerja ekspor. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha, terutama Industri Pengolahan, Transportasi dan Pergudangan, serta Perdagangan Besar dan Eceran.
Secara spasial, perbaikan ekonomi ditopang oleh seluruh wilayah, terutama Jawa, Sumatera, dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Ke depan, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan tetap tinggi. Berbagai indikator dini pada Juli 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur terus membaik.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor hingga bulan Juli 2022 tetap positif di tengah melambatnya perekonomian global. "Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5% hingga 5,3%," kata Perry.
Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi. Transaksi ekonomi dan keuangan digital mengalami kenaikan ditopang oleh meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking.
Nilai transaksi uang elektronik (UE) pada Juli 2022 tumbuh 39,76% (yoy) mencapai Rp35,5 triliun dan nilai transaksi digital banking meningkat 27,82% (yoy) menjadi Rp4.359,7 triliun sejalan dengan normalisasi mobilitas masyarakat.
Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit mengalami peningkatan 34,87% (yoy) menjadi Rp739,4 triliun. Untuk mendorong implementasi layanan sistem pembayaran yang memenuhi prinsip integrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas, Bank Indonesia melanjutkan dan memperkuat persiapan implementasi Kartu Kredit Pemerintah Domestik serta Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).
Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dan kolaborasi dengan K/L Satgas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) dalam rangka mendorong akselerasi digitalisasi daerah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Di sisi lain, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Juli 2022 meningkat 7,08% (yoy) mencapai Rp913,3 triliun.(rul/chm)
Load more