"Oleh karena itu, kami berharap, Mahkamah Konstitusi, sebagai kekuatan balancing of power yang merupakan bagian dari trias politica, agar dapat kembali meluruskan perjalan bangsa dan negara ini, kembali pada rel konstulitusi yang berdasarkan pada keadilan dan berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tulisnya secara resmi.
Poin kedua sebagaimana yang sudah ditetapkan dari Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim memiliki kewajiban dalam "menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat".
Khususnya untuk hakim di MK yang yang mengadili perkara PHPU Presiden Tahun 2024 sesuai dengan register perkara Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Meskipun keberlakuan tersebut tidak hanya untuk di MK, tetapi ditujukan untuk seluruh hakim yang berada di lingkup peradilan di Indonesia.
"Untuk itu kami berharap, agar Yang Mulia Hakim Konstitusi, secara sungguh-sungguh menggunakan kewenangan yang diatur oleh konstitusi dan perundangan dibawahnya, untuk mencapai tujuan hukum yaitu berupa tegaknya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terjaminnya pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yang berdasarkan etika dan tidak memberi ruang bagi terjadinya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara diseluruh aspek," pesannya.
Poin ketiga terkait dugaan tanda-tanda atas penyalahgunaan dalam kekuasaan berasal dari penyebab adanya konflik kepentingan yang dilakukan dari pimpinan tertinggi, sebut saja Presiden RI melalui rekayasa peraturan perundangan dan manipulasi otoritas.
Pasalnya, rekayasa hingga memanipulasi otoritas ada di keputusan Presiden yang dianggap sudah digunakan dalam upaya menggerakkan lembaga negara yang lain.
Load more