Ketua Komisi XIII Usul Revisi UU Sistem Perbukuan, Soroti Masalah Subsidi, Pajak hingga Bayaran Penulis
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.
Menurutnya, perubahan aturan ini sangat penting untuk memperkuat ekosistem literasi nasional. Politisi Partai NasDem ini mengaku sudah mengajukan hal ini sejak DPR periode lalu.
“Ini sebenarnya barang lama, saya sudah menjadikan ini niatan dari awal. Cuman waktu di Baleg periode kemarin ndak sempat, karena fokus pada RUU PPRT, RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Pendidikan Kedokteran,” kata Willy dalam keterangan tertulis, Jumat (10/9/2025)
“Barulah periode 2024-2029 ini karena sudah tidak di Baleg, sekarang di Komisi XIII, ini saya seriusin,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, salah satu kelemahan mendasar tersebut adalah adanya dikotomi antara buku diktat sekolah dengan buku umum.
Kondisi itu membuat alokasi subsidi hanya fokus pada buku pelajaran. Sedangkan, buku umum kurang mendapatkan perhatian.
“Hal paling fundamental adalah di dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 itu mendikotomikan antara buku diktat sekolah sama buku umum, sehingga alokasi subsidi fokus itu hanya pada diktat sekolah,” jelas Willy.
“Nah, buku yang umum tidak dapatkan perhatian yang selayaknya. Konteks inilah kemudian bahwa semua buku itu adalah materi pembelajaran, semua buku itu adalah sumber ilmu pengetahuan,” katanya.
Pajak hingga Bayaran Penulis Jadi Sorotan
Willy juga menyoroti masalah ekosistem perbukuan, mulai dari rendahnya fee (bayaran) penulis, tingginya biaya distribusi, hingga beban pajak yang menjerat industri penerbitan. Dia pun menbandingkan dengan penulis di Barat.
“Penulis itu paling top Pramoedya itu paling dapat cuma 15 persen tapi yang lain-lain ya 7 persen rata-rata,” kata dia.
“Bisa bandingin dengan penulis di Barat, pengarang Harry Potter JK Rowling itu kaya nauzibillah. Di kita, habis itu hanya untuk distribusi, 50-60 persen habis untuk distribusi,” lanjut Willy.
Selain itu, dia juga menilai beban pajak semakin memberatkan penulis, mulai dari PPN 11 persen untuk buku, pajak impor, hingga pajak kertas yang mencapai 22 persen.
“Yang paling gila dari proses ini adalah pajak kertas. Kertas-kertas itu dipajakin 22 persen,” pungkasnya. (saa/muu)
Load more